Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu berkata : “dunia berjalan meninggalkan (manusia) sedangkan akhirat berjalan menjemput (manusia) dan masing-masingnya punya penggemar, karena itu jadilah kamu penggemar akhirat dan jangan menjadi penggemar dunia. Sesungguhnya masa ini (hidup di dunia) adalah masa beramal bukan masa peradilan, sedangkan besok (hari akhirat) adalah masa peradilan bukan masa beramal”.
Imam syafi’i pernah ditanya bagaimanakah cara untuk menemukan orang cerdas untuk aku beri hadiah yang besar, maka kata imam syafi’i: “carilah orang yang tidak pernah mengambil pusing terhadap dunia ini maka itulah orang yang cerdas.”
Itulah sebagian dari pandangan salaf tentang akhirat, tentang panjangnya perjalanan dan sedikitnya bekal, sehingga orang cerdaslah yang akan beruntung dan sebaliknya akan menjadi penyelasan yang panjang dan tak berujung dengan balasan terhadap setiap amal perbuatan kita.
Olehnya diantara hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda, “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian).” Lalu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Bukhari)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku lalu bersabda, “Jadilah engkau hidup di dunia seperti orang asing atau musafir (orang yang bepergian).” Lalu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyatakan, “Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu hingga pagi hari. Dan apabila engkau berada di pagi hari maka janganlah menunggu hingga sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu. Dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits diatas menunjukkan kepada kita wasiat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat penting bagi setiap orang yang menapaki jalan di atas dunia yang fana ini, dengan menjadi pengembara yang hanya mau melakukan perjalanan sebatas kekuatannya. Dia hanya membawa beban yang ringan agar dia tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya. Dia hanya membawa bekal dan kendaraan sebatas untuk mencapai tujuannya.
Adapun perkataan Ibnu Umar merupakan anjuran agar setiap mukmin senantiasa siap menghadapi kematian, dan kematian itu dihadapi dengan bekal amal shalih. Ia juga menganjurkan untuk mempersedikit angan-angan. Janganlah menunda amal yang dapat dilakukan pada malam hari sampai datang pagi hari, tetapi hendaklah segera dilaksanakan dan sebaliknya.
Maka hadits di atas mengajak kita untuk tidak menjadi orang-orang yang akan menyesal pada hari yang panjang yang kata Allah dalam Qur’an surah Asy syu’ara: 88-89:
“….hari yang tidak bermanfaat harta dan anak-anak kalian,kecuali yang datang dengan hati yang bersih (amal shalih)” QS. Asy Syua’ara: 88-89
“….hari yang tidak bermanfaat harta dan anak-anak kalian,kecuali yang datang dengan hati yang bersih (amal shalih)” QS. Asy Syua’ara: 88-89
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” QS. At Taghabun: 16
Maka bagaimanakah menyiapkan diri untuk pertemuan tersebut sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang menyesal? Jawabannya adalah dengan bersedekah yang luar biasa yakni sedekah jaariyah.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda :
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim).
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim).
Kematian adalah sesuatu yang pasti yang akan mengantarkan kita kepada kehidupan yang kekal di akhirat dengan bermodal perbuatan kita di dunia, maka menjadi orang yang cerdas kata imam syafi’i diatas adalah dengan menyiapkan amalan yang tetap mengalir pahalanya walau kita telah meninggal, amalan tersebut diantaranya:
Sedekah jariyyah yakni sedekah yang kita mendapatkan pahalanya terus mengalir dari ‘amal jariyah yang telah kita sedekahkan selama hidup walaupun telah meningggal dunia. Misalnya selama hidup kita memberikan sedekah amal untuk pembangunan masjid, pembuatan sumur, pendirian pesantren, sedekah mobil jenazah dan lain sejenisnya selama sesuatu itu yang kita tinggalkan masih bermanfaat untuk masyarakat. Meski kita telah meninggal kita akan terus mendapatkan pahalanya, tentu dengan syarat keikhlasan sebagai syarat setiap ibadah.
Sedekah jariyyah yakni sedekah yang kita mendapatkan pahalanya terus mengalir dari ‘amal jariyah yang telah kita sedekahkan selama hidup walaupun telah meningggal dunia. Misalnya selama hidup kita memberikan sedekah amal untuk pembangunan masjid, pembuatan sumur, pendirian pesantren, sedekah mobil jenazah dan lain sejenisnya selama sesuatu itu yang kita tinggalkan masih bermanfaat untuk masyarakat. Meski kita telah meninggal kita akan terus mendapatkan pahalanya, tentu dengan syarat keikhlasan sebagai syarat setiap ibadah.
Hal ini dipertegas pula dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya tak seorang pun dari kalian, kecuali Allah akan mengajaknya berbicara tanpa ada satu penghalang pun yang menghalangi antara ia dan Allah. Dia melihat ke samping kanannya, dan ia pun tak melihat kecuali amalan yang telah dipersembahkannya. Dia melihat ke sebelah kirinya, maka ia pun tak melihat kecuali amalan yang telah dipersembahkannya. Kemudian ia melihat ke arah depannya, maka ia pun tak melihat yang lain kecuali neraka yang terpampang di depan wajahnya. Karena itu, takutlah kalian dari neraka meskipun hanya (bersedekah) dengan setengah biji kurma.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya tak seorang pun dari kalian, kecuali Allah akan mengajaknya berbicara tanpa ada satu penghalang pun yang menghalangi antara ia dan Allah. Dia melihat ke samping kanannya, dan ia pun tak melihat kecuali amalan yang telah dipersembahkannya. Dia melihat ke sebelah kirinya, maka ia pun tak melihat kecuali amalan yang telah dipersembahkannya. Kemudian ia melihat ke arah depannya, maka ia pun tak melihat yang lain kecuali neraka yang terpampang di depan wajahnya. Karena itu, takutlah kalian dari neraka meskipun hanya (bersedekah) dengan setengah biji kurma.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Olehnya sedekah adalah termasuk amalan terbesar yang bisa menyelamatkan seseorang dari ketegangan pada hari kiamat dan siksaan api neraka. Sehingga walaupun seorang hanya bersedekah dengan setengah (bukan satu) biji (bukan buahnya) korma, maka dengannya dia tetap mempunyai peluang yang besar untuk selamat dari api neraka. Lantas bagaimana lagi jika sedekahnya jauh lebih besar daripada itu? Subhanallah, betapa hebatnya kemampuan sedekah dalam menghapuskan dosa-dosa dan menyelamatkan pelakunya dari api neraka.
Tapi tentu kita senantiasa mengharapkan keikhlasan dari Allah, karena setiap amalan tanpanya akan bernilai sia-sia bahkan menjadi adzab jika disertai riya, sebagaimana hadits Qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang tiga golongan yang pertama kali dicampakkan ke dalam neraka mereka melakukan amalan yang sangat utama sebagai qari’, dermawan dan mujahid namun mereka tidak mempersembahkannya semata-mata kepada Allah, wa na’udzu billahi min dzalik.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kelapangan rezki untuk bersedekah kapanpun dengan sedekah luar biasa dan menjadikan amalan kita selalu ikhlas mengharap keridhaannya dan berbuah dengan kenikmatan surga yang tak terbatas.[]
"MERAIH BERKAH DALAM INDAHNYA BERBAGI"